Libra garis tengah; Suka mendengarkan; Kagum - Mengagumi! Unu. Atoin Meto. Paramadina University. Palate!
Memaknai Upacara Adat Tapoen Li Ana di Timor
Selasa, 11 Februari 2025 08:27 WIB
Tapoen li ana dipandang sebagai momen untuk memberitahukan/memperkenalkan kepada masyarakat bahwa dalam suku/marga ini memiliki anak laki-laki.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya memiliki nilai adat-istiadat yang hendak dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya dapat diwujudnyatakan dengan mengambil bagian dalam setiap proses upacara adat. Inilah yang dapat menjadikan sebuah kelompok masyarakat menjadi unik/khas.
Salah satu ritual adat dalam masyarkat adat dawan-Timor adalah ritual kelahiran baru bagi anak laki-laki, yang dalam bahasa Dawan disebut dengan Tapoen li ana (tapoen: mengeluarkan dan li ana: anak). Upacara ini masih dilakukan oleh masyarakat adat kampung Bespenu, desa Amol, kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, khususnya suku-suku yang bernaung di bawah sonaf smala (sonaf: rumah raja/istana, smala: nama samaran untuk suku Sakunab) yaitu suku Sakunab, Taena, Taus, Talan, Nenat dan Binsasi.
Perayaan adat tapoen li ana dalam kelima suku ini dilakukan selama empat hari di sonaf smala. Para tokoh utama dalam ritual ini adalah anak laki-laki (marga Sakunab) yang akan diperkenalkan kepada masyarakat beserta orang tua, tokoh adat, atoin amaf (paman kandung), meob (ajudan/pendamping), para pemukul dan penari tarian gong.
Pada hari pertama, upacara dibuka dengan sapaan dari tua adat dengan penyampaian kepada anggota keluarga atau undangan yang hadir untuk mengikuti upacara adat ini. Tua adat menyampaikan mengenai anak-anak mana yang akan diperkenalkan kepada masyarakat. Seperti kebiasaan orang Dawan umumnya, semua yang hadir disuguhi puah-manus (sirih-pinang) sebagai tanda penghargaan keluarga kepada setiap orang yang hadir dalam upacara tersebut.
Selama tiga malam berturut-turut dilangsungkan tarian gong dan dan tari bonet (tarian tradisional masyarakat Dawan Timor) di depan sonaf smala. Tarian ini sebagai tanda kegembiraan, persatuan, persaudaraan dan kesatuan diantara para undangan yang hadir sebagai satu keluarga. Kelompok masyarakat yang hadir baik itu laki atau perempuan, tua-muda mengambil bagian dalam tarian gong dan bonet.
Sementara tarian berlangsung, anak laki-laki yang hendak diperkenalkan berdiam di dalam sonaf selama tiga malam. Mereka belum diperkenankan untuk mengambil bagian dalam tarian. Ada kekhasan khusus yang dilakukan selama tiga malam yakni keluarga menyiapkan makan-minum berupa pisang rebus dan minuman beralkohol (sopi) bagi undangan yang hadir.
Hari keempat merupakan acara puncak dari perayaan adat dengan dilangsungkan upacara oet uki (potong pisang) di ladang yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh keluarga. Ritual ini dilakukan pada pagi subuh sebelum matahari terbit. Para tokoh yang melakukan oet uki adalah atoin amaf dan meob. Ritual oet uki dilakukan di kebun dan tidak boleh di sekitar sonaf smala.
Sebelum pisang dipotong, pemukul gong dan para penari akan menari mengelilingi pohon pisang yang hendak dipotong. Pisang yang dipotong pun memiliki kriteria tersendiri yakni pisang yang tua (uki mnasi) dan masih memiliki jantung. Setelah itu, atoin amaf, para meob dan penari akan membawa pisang tersebut ke dalam sonaf diringi dengan tarian gong.
Pisang yang telah dipotong akan disimpan di tempat khusus dalam sonaf yang telah disiapkan keluarga. Kemudian tua adat akan menyembelih seekor babi di batu suci (faut leu) dan tiang suci (ni ainaf) di dalam sonaf sebagai tanda mohon restu bagi anak yang telah lahir untuk diperkenalkan kepada masyarakat dari para leluhur. Sesudah acara penyembelihan ternak babi, anak laki-laki yang akan diperkenalkan diantar keluar sonaf. Di depan pintu sonaf, mereka akan menginjak ramuan yang terdiri dari terong hutan (kaumenu) dan beringin hutan (nunbijael).
Ramuan ini menandakan sebagai sarana untuk membersihkan mereka dari kotoran yang masih melekat dalam diri dan menyatakan siap untuk menerima tanggung jawab marga Sakunab yang disematkan kepadanya. Dengan menginjak ramuan tersebut, seorang anak laki-laki dinyatakan sah untuk menggunakan marga Sakunab dalam hidupnya. Sebagai tanda sukaria, semua yang hadir diundang untuk menari bonet bersama di depan sonaf sebagai tanda syukur dan persatuan.
Tapoen li ana dipandang sebagai momen untuk memberitahukan dan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa dalam suku/marga ini memiliki anak laki-laki. Dengan pemberitahuan ini, seorang anak laki-laki memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menghidupi dan memelihara marga yang melekat dalam dirinya di tengah kehidupan bermasyarakat. Mengapa harus anak laki-laki? Alasannya ialah kelima suku ini menganut sistem budaya patriarki dimana laki-laki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari wanita.
Secara sosial-budaya, anak laki-laki yang baru diperkenalkan akan mendapat pengakuan dari masyarakat yang dapat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Upacara tapoen li ana dipahami sebagai ritual adat untuk mensahkan marga dari seorang anak laki-laki. Maka itu, anak tersebut mesti menjunjung tinggi harkat dan martabat marga yang telah disematkan dalam dirinya.
Anak tersebut diharapkan dapat menjadi pribadi yang dewasa di tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, upacara adat tapoen li ana dapat menjadi salah satu upaya untuk menambah kekayaan budaya dalam diri masyarakat Dawan secara umum.
Palate!

Palate!
0 Pengikut

Kelebihan dari Cara Berkomunikasi yang Baik
Selasa, 22 April 2025 09:07 WIB
Psikologi Politik Pemimpin
Rabu, 26 Februari 2025 14:49 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler